Catatan Perjalanan :

Musim Panas Di Arizona

 

1.   Api Di Mana-mana

 

Selasa sore sekitar jam 15:30, 2 Agustus 2000, saya tiba di bandara internasional Sky Harbor di kota Phoenix, ibukota negara bagian (state) Arizona. Cuaca demikian panas saat itu, suhu udara bergerak di seputar angka 105-108 derajad Fahrenheit (sekitar 41-42 derajad Celcius). Bagi beberapa daerah di sekitar kota Phoenix, musim panas terutama bulan Agustus sering dikatakan sebagai bulan paling buruk, yang berkonotasi sebagai hari-hari dimana suhu udara sangat panas dan kering.

 

Bahkan jika kita berada di tempat teduh sekalipun, masih sangat terasa sentuhan hawa panas yang tertiup angin. Wilayah Arizona umumnya memang mempunyai bentang alam tipikal gurun yang aslinya tentu miskin dengan jenis tumbuhan besar. Kalaupun sekarang di sana-sini dijumpai tumbuhan pelindung, itu karena hasil rekayasa pertanian.

 

Sejam kemudian, dengan menaiki taksi saya tiba di sebuah hotel di kota Tempe (baca : Tempi), yaitu sebuah wilayah yang berada di sisi tenggara Phoenix. Lokasi kota Tempe terhadap Phoenix barangkali dapat saya identikkan dengan kota Depok atau Bekasi terhadap Jakarta. Secara geografis nyaris seperti tidak terpisahkan, namun secara administratif adalah dua kota berbeda. Kedua wilayah ini, berada pada ketinggian sekitar 300-an meter di atas permukaan laut, dengan tingkat kepadatan penduduk “hanya” sekitar satu juta untuk Phoenix dan 150 ribu penduduk untuk Tempe.

 

Pertama kali yang saya lakukan setiba di kamar hotel yang dilengkapi dengan alat pengatur udara adalah menghempaskan diri di tempat tidur dan lalu membuka saluran TV. Ternyata di beberapa saluran TV sore itu ada acara khusus, yaitu siaran langsung Konvensi Nasional Partai Republik di Philadelphia dimana Dick Cheney akan menyampaikan pidato penerimaannya sebagai kandidat wakil presiden.

 

Pada saat yang sama juga ada siaran langsung pemadaman kebakaran yang sedang terjadi di Phoenix. Maka, jadilah yang tampak di layar TV adalah tayangan pidato kampanye dan pemadaman kebakaran secara bergantian. Terkadang layar terbagi dua untuk penayangan kedua siaran langsung tersebut secara bersamaan..

 

Kebakaran besar memang sedang terjadi di sebuah gudang di tengah kota Phoenix sejak beberapa jam sebelumnya, yang bahkan hingga malam hari api belum berhasil dipadamkan. Menarik juga menyaksikan siaran langsung kebakaran dan upaya pemadamannya yang gambarnya diambil dari berbagai sudut. Hingga tengah malam saat TV saya matikan, siaran langsung "acara kebakaran" masih belum selesai.

 

Di musim panas seperti ini, seperti halnya di Indonesia, kebakaran adalah ancaman bencana yang sangat ditakuti. Dan itulah yang hari-hari ini sedang melanda sebagian wilayah belahan barat Amerika, yaitu kebakaran hutan atau api-api liar yang tiba-tiba muncul di mana-mana. Bahkan kilat yang menyambar pun bisa menyebabkan kebakaran. Berita kebakaran hutan hampir setiap hari menghiasi berita TV dan koran.

 

***

 

Sebegitu parahkah kebakaran liar yang sedang melanda Amerika?

 

Informasi terakhir yang juga dilansir CNN, saat ini kebakaran terjadi di lebih 90 lokasi seluas tidak kurang dari 4,500 km2 menyebar di 11 negara bagian. Secara nasional tahun ini kebakaran liar telah terjadi di lebih 68.700 lokasi dan telah menghanguskan areal yang pada umumnya berupa hutan seluas hampir 22,000 km2. Tentu yang disebut hutan di sini berbeda dengan hutan musim hujan di daerah beriklim tropis seperti di Indonesia. Menurut data yang ada, bencana kebakaran liar tahun ini merupakan yang terparah selama 13 tahun terakhir.

 

Secara angka, luas wilayah yang terbakar “hanya” sekitar 0,2 % saja dari seluruh wilayah Amerika. Namun menjadi kepentingan semua pihak, kalau mengingat akan berakibat musnahnya berbagai biota hutan serta tumbuhan. Perlu waktu ratusan tahun untuk kembali ke keadaan seperti asalnya. Itupun kalau tidak keburu terbakar lagi. Maka tidak heran kalau semua petugas pemadam kebakaran hutan dikerahkan silih berganti. Bahkan batalyon tentara dan marinir pun diperbantukan, termasuk bala bantuan dari Australia dan Selandia Baru.

 

Untungnya, tidak banyak negeri jiran yang tinggal di dekat lokasi kebakaran, sehingga Amerika tidak bisa “membagi” asapnya sebagaimana asap Sumatra atau Kalimantan yang mampir ke negeri tetangga di utaranya. Negara terdekat terhadap lokasi kebakaran ini adalah Canada, dan asap api sudah mulai mendekat ke perbatasan. Namun Canada tidak “teriak-teriak”, barangkali juga maklum karena ternyata Canada pun juga sedang disibukkan dengan munculnya api-api liar yang membakar hutan mereka.- (Bersambung)

 

 

Yusuf Iskandar

 

[Sebelumnya][Kembali][Berikutnya]